LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN
TANTANGAN DALAM PEMBUATAN PETA UNTUK KEDAULATAN WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT TOPOGRAFI ANGKATAN DARAT
Disusun sebagai salah satu syarat untuk mengajukan Tugas Akhir
Program Diploma III Pertanahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Diponegoro
Disusun Oleh :
1. Agus Sugiarto D0E 007 005
2. Agustine Atika Pramuningtyas D0E 007 006
3. Anang Sigit Purnama D0E 007 008
4. Dyta Wulan Anggraeni D0E 007 024
5. Ian Tangguh Awiyati D0E 007 042
6. Riswanto D0E 007 069
7. Riza Aprilia Noviyanti D0E 007 070
8. Slamet Hariyono D0E 007 072
9. Tomy Nur Priyo Wibowo D0E 007 078
PROGRAM STUDI DIII PERTANAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Kegiatan KKL
Progam studi DIII Pertanahan pada Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro mempunyai tujuan umum untuk mendidik dan menghasilkan lulusan yang mempunyai integritas tinggi. Sedangkan secara khusus tujuan pendidikan DIII Pertanahan adalah mendidik tenaga ahli tingkat menengah dibidang pertanahan yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan tekhnis yang tinggi, oleh karenanya lulusan Program DIII Pertanahan diharapkan memiliki daya tanggap terhadap perkembangan tuntutan masyarakat dan menguasai kemampuan praktis yang dibutuhkan dalam pelayanan bidang pertanahan.
Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan ini dirancang untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa sehingga dengan bekal yang sudah didapatkan, para mahasiswa lulusan DIII Pertanahan baik dengan konsntrasi kebijakan maupun konsentrasi Pengukuran dan Pemetaan Tanah, diharapkan akan dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya di bidang pertanahan untuk kegiatan produktif dalam mengabdi kepada masyarakat, bangsa, dan Negara.
Adapun tujuan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan tersebut, meliputi :
1. Mengenalkan kepada mahasiswa mengenai instansi-instansi yang terkait dengan bidang pertanahan,
2. Menanamkan kebiasaan belajar dari pengalaman yang mendorong upaya-upaya penelitian melalui observasi dan wawancara,
3. Merangsang mahasiswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat aplikatif dan praktis di dunia kerja,
4. Mengaplikasikan materi yang diperoleh selama berada dibangku kuliah, baik teori maupun praktek di lapangan secara langsung,
5. Mengenalkan kepada mahasiswa berbagai macam pengetahuan dan ketrampilan secara langsung sesuai dengan bidangnya.
1.2. Tujuan dan Manfaat Kegiatan KKL
Bahwa penyelenggaraan program pendidikan diploma diarahkan untuk menghasilkan lulusan dengan kompetensi menguasai bidang kerja yang bersifat rutin maupun kontekstual. Untuk mendukung kompetensi tersebut, maka kegiatan Kuliah Kerja Lapangan menjadi mata kuliah yang wajib ditempuh oleh setiap mahasiswa Program DIII Pertanahan dengan tujuan, antara lain :
1. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengenal dunia kerja yang sesungguhnya,
2. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mempraktekan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh selama berada di bangku kuliah,
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memperoleh pengalaman dan pengkayaan melalui pembelajaran kerjasama dan komunikasi dengan pihak-pihak yang sudah berpengalaman di bidangnya masing-masing, yang pada hakekatnya merupakan pendukung dalam memperoleh life skill.
Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya kegiatan Kuliah Kerja Lapangan, antara lain :
Bagi Mahasiswa
1. Sebagai wadah bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan materi yang telah diperoleh selama berada di bangku kuliah,
2. Memberikan wawasan, pengalaman, dan kemampuan yang memadahi kepada mahasiswa,
3. Menjembatani mahasiswa untuk masuk ke dalam dunia kerja.
Bagi Instansi
1. Sebagai sarana pengabdian masyarakat serta Negara, khususnya di bidang pendidikan dalam rangka mencerdaskan bangsa,
2. Memperoleh Sumber Daya Manusia atau tenaga kerja sementara dengan kualifikasi yang sesuai dengan tuntutan di bidangnya,
3. Memperoleh masukan yang obyektif yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis yang dapat meningkatkan produktifitas instansi.
Bagi Universitas Diponegoro
1. Merupakan salah satu evaluasi pencapaian materi yang telah dikuasai oleh mahasiswa,
2. Dapat menjalin hubungan kerjasama dengan instansi pemerintahan,
3. Dapat mewakili DIII Pertanahan dalam memperoleh informasi dari instansi tentang peluang lapangan kerja serta kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan.
1.3. Tempat dan Pelaksanaan Kegiatan KKL
Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan salah satu mata kuliah yang wajib di ambil oleh setiap mahasiswa program studi DIII Pertanahan sebagai salah satu evaluasi pencapaian materi yang telah diperoleh selama berada di bangku perkuliahan.
Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dilaksanakan selama 5 hari, yaitu dimulai pada tanggal 13 Juli – 17 Juli 2009. Adapun beberapa instansi yang menjadi tujuan pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini, antara lain : Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan yang berkedudukan di Jakarta pusat, Direktorat Jalan Bebas Hambatan yang berkedudukan di Jl. Pattimura 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Direktorat Topografi Angkatan Darat yang berkedudukan di Jl. Kalibaru Timur V no. 47 Jakarta, dan Badan Pertanahan Nasional yang berkedudukan di Kabupaten Bogor. Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) tersebut mengikuti jam operasional instansi-instansi yang menjadi tujuan pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) tersebut.
1.4. Ruang Lingkup Kegiatan KKL
Dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) tersebut, mahasiswa selalu didampingi oleh dosen-dosen pendamping dari Program Studi DIII Pertanahan dan Penyelia-penyelia yang telah dipilih oleh masing-masing instansi yang menjadi tujuan dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) tersebut.
1.5. Sistematika Laporan
Pembahasan dan penulisan laporan ini disusun sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), tujuan dan manfaat kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), tempat dan pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), ruang lingkup pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), dan sistematika penulisan laporan.
BAB II. PROFIL INSTANSI
Berisi tentang sejarah singkat Direktorat Topografi Angkatan Darat, arti lambang, visi, dan misi Direktorat Topografi Angkatan Darat, tugas pokok dan fungsi Direktorat Topografi Angkatan Darat, struktur organisasi Direktorat Topografi Angkatan Darat, pembagian tugas pada Direktorat Topografi Angkatan Darat, dan produk yang dihasilkan Direktorat Topografi Angkatan Darat.
BAB III. HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL) PADA DIREKTORAT TOPOGRAFI ANGKATAN DARAT
Berisi mengenai topografi tni ad teguh menjaga kedaulatan dan keutuhan nkri (politik dan kemanan), pembuatan dan penggunaan peta, tantangan dalam pembuatan peta, dan upaya pengamanan data peta digital.
BAB IV. PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran dari kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL).
BAB II
PROFIL INSTANSI
Dalam laporan kuliah kerja lapangan ini, kami mendapatkan tema tantangan dalam pembuatan peta untuk kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersumber dari Direktorat Topografi Angkatan Darat. Dalam bab ini, kami akan coba menguraikan tentang gambaran umum Direktorat Topografi Angkatan Darat serta menjelaskan susunan organisasi, visi, misi, dan fungsi dari Direktorat Topografi Angkatan Darat itu sendiri.
2.1. Sejarah Singkat Direktorat Topografi Angkatan Darat
Sejak Proklamasi Kemerdekaan dimulailah usaha-usaha untuk menguasai instalasi-instalasi pemerintah sipil secara serentak atau satu demi satu dari tangan Jepang. Secara spontan dengan hanya bermodalkan nasionalisme dan patriotisme yang sejati, tidak ketinggalan segenap pegawai dan para pemuda yang bekerja dan belajar di Sokuryo Kyoku pada tanggal 28 September 1945 berhasil mengambil alih kantor Sokuryo Kyoku dari tangan Jepang . Maka secara De Fakto lahirlah Jawatan Topografi yang untuk sementara bernaung di bawah Kementrian Kehakiman Tanggal 28 September 1945 pernah ditetapkan sebagai Hari Jadi Topografi sesuai dengan Skep PANGAB Nomor :SKEP-1471/II/1967, tanggal 27-11-1967 .
Pada tahun 1946 setelah dibentuk Kementrian Pertahanan dalam Kabinet Republik Indonesia, maka dengan Penetapan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 8/SD tanggal 26 April 1946, Jawatan Topografi diserahkan dari Kementrian Kehakiman ke Kementrian Pertahanan TMT 1 Mei 1946. Oleh sebab itu tanggal 26 April 1946 selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Jadi TOPOGRAFI sesuai dengan Surat Keputusan Kasad Nomor : Skep/691/VII/1986, tanggal 30 Juli 1986.
Setelah Belanda menduduki Bandung, Kantor Pusat Topografi dipindahkan dari Bandung ke Malang, selanjutnya dengan alasan keamanan Jawatan Topografi di pindahkan dari Malang ke Surakarta dan di kota ini dimulai rencana pendidikan bagi pegawai Tehnik Tingkat Menengah dan Rendah.
Sesuai UU No.3 tahun 1948 Yo TAP Presiden No. 14 tanggal 14 Mei 1948 Organisasi Topografi ditempatkan di Staf Umum Angkatan Darat dengan nama Inspektorat Topografi. Kemudian berdasarkan TAP Menteri Pertahanan No. 126 tanggal 10 Desember 1949 Topografi di tempatkan di Staf Q. Pada tahun 1949 kantor Pusat Topografi dipindahkan ke Yogyakarta.
Selama pendudukan kembali Belanda di Indonesia, Top Dienst KNIL di Jakarta dihidupkan kembali dan setelah pengakuan Kedaulatan RI oleh Belanda, maka pada tahun 1950 Inspektorat Topografi dari Jogyakarta digabungkan dengan Top Dienst KNIL (JATOP) Jakarta.
Penyerahan unsur-unsur Top Dienst KNIL ke Inspektorat Topografi dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut :
1. Tanggal 30 Mei 1950, penyerahan Dinas Geografi.
2. Tanggal 31 Mei 1950, penyerahan Dinas Geodesi dan Biro Fotogrametri.
3. Tanggal 1 Juni 1950, penyerahan Reproduksi dan Percetakan Topografi.
Berdasarkan SKEP Menteri Pertahanan No. D/MP/355/51 tanggal 15 September 1951 Topografi merupakan salah satu Jawatan Teknis AD (JATOP), selanjutnya berdasarkan ketetapan MENPANGAD No: TAP 10-160 tanggal 20 April 1960 Jawatan Topografi dirubah menjadi Direktorat Topografi AD (Dittopad) yang merupakan Badan Pelaksana utama tingkat Departemen Angkatan Darat (DEPAD). Kemudian berdasarkan Surat Ketetapan PANGAD No. TAP 0-5 tanggal 5 Agustus 1958 Organisasi Topografi berubah dari Jawatan Topografi menjadi Direktorat Topografi yang pada Revisi I TAP 0-5 tahun 1961 DITTOP merupakan Instalasi Pusat TNI AD s.d 1963 dirubah dengan nama Instalasi Pusat Peta Militer.
Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan PANGAD No.KEP/1434/11/1967 tanggal 25-11-1967 ditetapkan Organisasi dan Tugas Dittopad dan Topografi tingkat Koanda dan tingkat Kodam antara lain :
1. Topanda Sumatera
2. Topanda Kalimantan
3. Topanda Indonesia Timur
4. Topdam VI/Siliwangi (Skep Pangdam VI/Slw No: Skep / 41-2 / IV / 1967 tanggal 1-9-1967 )
5. Topdam VII/Dip (Skep Pangdam VII/Dip No : Skep/7-2/1968 tanggal 7-2-1968 )
6. Topdam VIII/Brw (Skep Pangdam VIII/Brw No Skep/77/1967 tanggal 31-8-1967 )
Pada tahun 1967 dalam Organisasi Topografi dipisahkan antara sebagai unsur pembina kekuatan dan sebagai unsur pengguna kekuatan. Peringatan HUT Topografi untuk pertama kalinya dilaksanakan pada tanggal 28 September 1969 yang sekaligus pada hari itu Kasad menyerahkan Pusara Likhita Bhutala Yudha Karya sebagai lambang Corps Topografi.
Perkembangan selanjutnya tentang organisasi Topografi AD adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan Surat Keputusan Kasad No : Skep/754/12/1970 tanggal 26-12-1970 di bentuk Badan Pusat Topografi TNI AD disingkat Pustopad yang merupakan badan pembina tingkat Komando Utama yang secara organik dan administratif dibawah Kobangdiklat TNI AD dan merupakan Badan Tertinggi Pembinaan Kecabangan Topografi AD.
2. Berdasarkan Surat Keputusan Kasad Nomor : Skep/186/3/1971 tanggal 23-3-1971 Dittopad dirubah menjadi Jawatan Topografi AD (Jantopad) yang merupakan Badan Pelaksana Pusat Tingkat Mabesad.
3. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Kasad Nomor Skep/4/1/1979 tanggal 10-1-1979 tentang Likuidasi Organisasi Jan Inminad, Janhubad, Jankuad, Jantopad dan Jankesad, sehingga. Pustopad dan Jantopad di Likuidasi menjadi satu menjadi Jantopad.
4. Berdasarkan Keputusan Kasad Nomor : Kep/23/V/1985 tanggal 21-5-1985 Jantopad dirubah menjadi Direktorat Topografi (Dittop) dan. pada tahun 1995 Markas Direktorat Topografi TNI AD dipindahkan dari Jalan Gunung Sahari Nomor 90 ke Jalan Kalibaru Timur V No. 47 Jakarta Pusat.
5. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Kasad Nomor : Kep/62/IX/1985 tanggal 8 September 1985 Organisasi dan Tugas Topdam mengalami perubahan meliputi Topdam I/BB, Topdam II/SWJ, Topdam III/SLW, Topdam IV/DIP, Topdam V/BRW, Topdam VI/TPR, Topdam VII/WRB, Topdam VIII/TKR dan Topdam IX/UDY.
6. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Kasad Nomor : Skep/144/V/1996 tanggal 15 Mei 1996 dibentuk Topdam Jaya, dan berdasarkan Keputusan Kasad Nomor : Kep/09/V/1999 tanggal 7 Mei 1999, tentang likuidasi Korem 174/Pattimura menjadi Kodam XVI/Pattimura beserta jajarannya termasuk pembentukan Topdam Pattimura.
7. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Kasad Nomor : Kep/01/I/2002 tanggal 29 Januari 2002 tentang pembentukan Kodam Iskandar Muda beserta jajarannya termasuk Topdam Iskandar Muda.
8. Berdasarkan Keputusan Kasad Nomor : Kep/ 87/XII/1985 tanggal 10 Desember 1985, Pusdiktop Kobangdiklat beralih menjadi berada dibawah Direktorat Topografi Angkatan Darat
9. Berdasarkan Surat Perintah Kasad Nomor : Sprin/53/I/1999 tanggal 13 Januari 1999 Pusdiktop yang semula dibawah Dittopad beralih menjadi dibawah Kodiklat TNI AD.
10. Dalam rangka penataan Organisasi TNI AD, maka organisasi dan Tugas satuan jajaran TNI AD divalidasi termasuk Dittopad, Pusdiktop dan Topdam, dan setelah dilaksanakan uji coba selama 1 tahun terhadap pelaksanaan Orgas Dittopad dengan keputusan Kasad Nomor Kep/16/IV/2003 tanggal 8 April 2003 dan Densurta dengan Keputusan Kasad Nomor Kep/13/IV/ 2003 tanggal 8 April 2003 diperlukan adanya penyempurnaan dihadapkan dengan tuntutan tugas dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Survei dan Pemetaan, maka Orgas Dittopad selanjutnya disahkan dengan Keputusan Kasad Nomor Kep/56/ XI/2004 tanggal 2 Nopember 2004 dan untuk Densurta dengan Keputusan Kasad Nomor Kep/57/XI/2004 tanggal 2 Nopember 2004.
11. Selama kurun waktu 60 tahun dalam pengabdiannya Topografi AD telah menyumbangkan karya-karyanya antara lain :
12. Memberikan dukungan peta, LGM dan Produk Topografi lainnya serta asistensi Teknis Topografi kepada satuan-satuan TNI AD dalam rangka Operasi militer, penyelenggaraan pendidikan dan latihan maupun pelaksanaan pembangunan Nasional.
13. Pada awal tahun 1964 Kepala Lembaga Geografi Direktorat Topografi AD dipercaya oleh Pimpinan Nasional memimpin Ekspedisi yang terdiri dari Team Gabungan Indonesia-Jepang untuk mendaki Puncak Carstenz di Irian Jaya, yang dikenal sebagai Ekspedisi Cendrawasih I. Pada tanggal 13 Maret 1964 Team Ekspedisi Cendrawasih berhasil mengibarkan Bendera Merah Putih di Puncak Carstenz (sekarang puncak Jayawijaya) dengan ketinggian 5030 meter, selanjutnya pada tahun 1966 dengan Expedisi Cendrawasih II Topografi Angkatan Darat berhasil menentukan batas negara RI dengan Papua Nugini di Irian Barat yang ditandai dengan 14 Tugu perbatasan memanjang dari Utara ke Selatan sampai sungai Fly pada 141? 00'00'' Bujur Timur Greenwich , dari sungai Fly ke Selatan pada 141? 10'00''.
Mulai tahun 1969 berdasarkan instruksi MENHANKAM/PANGAB No.WS/B/151/1969, Tim Topografi melaksanakan Pemetaan pertama sesudah masa kemerdekaan melalui kerjasama dengan Australia , antara lain :
1. Operasi Mandau di Kalimantan Barat.
2. Operasi Gading di Sumatera.
3. Operasi Cenderawasih di Irian Jaya
4. Operasi Pattimura di Daerah Maluku.
5. Operasi Nusa Barat dan Nusa Timur, meliputi pulau-pulau sebelah Barat dan Timur Sumatera.
Sejak tahun 1989 Direktorat Topografi TNI AD telah mampu melaksanakan pemetaan secara mandiri yaitu mulai dari operasi pemetaan Simeuleu, Natuna, pemetaan daerah perbatasan RI-Malaysia, RI-PNG, RI-Timor Timur sebagian daerah Irian Jaya dan Kepulauan Miangas serta pemetaan lainnya yang sampai sekarang telah mencapai 78 % dari seluruh liputan wilayah Nasional.
Hal tersebut sesuai dengan Surat Edaran Panglima Angkatan Bersenjata Nomor : SE/02/II/1994 tanggal 14 Pebruari 1994 tentang wewenang dan tanggung jawab Pembuatan, Reproduksi dan Pembekalan Peta Topografi wilayah Nasional Indonesia berada pada Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dalam hal ini Direktorat Topografi. Kemudian Surat Telegram Kasad Nomor : ST/232/1994 tanggal 2 April 1994 tentang wewenang dan tanggung jawab Pembuatan, Reproduksi dan Pembekalan Peta Topografi wilayah Indonesia berada pada Direktorat Topografi. Selanjutnya Kawat Sandi Menteri Dalam Negeri Nomor : X.200/12/SJ tanggal 16 April 1994 menjelaskan bahwa satu-satunya lembaga yang berwenang dan bertanggung jawab Pembuatan, Reproduksi dan Pembekalan Peta Topografi wilayah Nasional Indonesia adalah berada pada Direktorat Topografi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Para Pejabat Pimpinan Topografi Angkatan Darat dari tahun 1946 sampai sekarang :
1. 1946 - 1947 : Prof. Ir. Soetomo Wongsotjitro.
2. 1947 - 1964 : Brigjen TNI S. Soerjo Soemarno.
3. 1964 - 1971 : Brigjen TNI Ir. Pranoto Asmoro.
4. 1971 - 1976 : Brigjen TNI Ir. Slamet Hadi.
5. 1976 - 1981 : Brigjen TNI Utarjo Surodirono.
6. 1981 - 1983 : Brigjen TNI Djasa.
7. 1983 - 1986 : Brigjen TNI Raharjo Dirjosaputro.
8. 1986 - 1992 : Brigjen TNI P. Butarbutar.
9. 1992 - 1994 : Brigjen TNI M. Tambunan, BA.
10. 1994 - 1996 : Brigjen TNI Adang Sbastian, BA.
11. 1996 - 1999 : Brigjen TNI D. Ginting Munthe, SE.
12. 1999 - 2006 : Brigjen TNI Budi Triarso, S.Ip.
13. Sekarang Brigjen TNI Soebowo.
Seiring dengan derap langkah pembangunan di era kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang makin canggih, Topografi Angkatan darat senantiasa berupaya terus menerus dan berlanjut untuk membenahi diri agar peranannya dalam mendukung tugas - tugas TNI AD/TNI dan keberhasilan pembangunan Nasional dapat terwujud. Berbagai upaya telah ditempuh diantaranya peningkatan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia, alat peralatan Topografi, dan sarana-prasarana pendukung lainnya.
Dengan disiplin dan profesionalisme Keprajuritan yang berlandaskan Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan Sesanti Likhita Bhutala Yudha Karya serta Azas Tekun, Teliti dan Tahan Uji. Topografi AD selalu siap mendukung tercapainya tugas tugas Angkatan Darat, TNI dan berlangsungnya pembangunan Nasional.
2.2. Arti Lambang, Visi, dan Misi Direktorat Topografi Angkatan Darat
2.2.1. Arti Lambang

Pusara LIKHITA BHUTALA YUDDHA KARYA Berarti mencatat/ menggambarkan permukaan bumi (peta) untuk keperluan perang (pertahanan) dan pembangunan nasional untuk menuju masyarakat adil dan makmur sesuai dengan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945.
Tiang Pusara terbuat dari kayu bulat panjang dengan garis tengah 4 cm dan panjang 2,5 cm. Pada leher tiang tertulis Surya Sengkala Karana (Alat) Riya (Membuat) Sarvada (terus-menerus) Prativi (Bumi). Yang berarti TOPAD adalah "Suatu alat yang secara terus menerus membuat gambar permukaan bumi."
1. Alat ukur Theodolit
Merupakan alat ukur untuk mengukur sudut jarak, ketinggian dan penentuan posisi dengan mengukur bintang dalam rangka pelaksanaan pembuatan peta. Gambar Theodolit tersebut dalam keadaan siap ukur yang diartikan bahwa TOPAD siap sedia untuk melaksanakan tugasnya dalam setiap saat.
2. Bola Dunia
Diartikan bahwa tugas TOPAD dalam membuat peta dan mengumpulkan data medan dari seluruh permukaan bumi terutama wilayahnegara RI. Bola dunia digambar dengan 5 garis lintang yang mengandung arti 5 pasal dari SumpahPrajurit serta 7 garis bujur yang berarti tujuh pasal Sapta Marga.
3. Kertas
Menggambarkan bahwa hasil pengukuran dibuat dengan menggunakan proyeksi tertentu digambarkan pada lembar kertas.
4. Untaian padi dan kapas
Merupakan suatu lambang kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Untaian padi terdiri dari 26 butir, untaian kapas 4 buah, ditambah 6 helai daun padi dan 6 helai daun kapas merupakan rangkaian angka 26-4-1946 yang merupakan hari lahir TOPOGRAFI TNI ANGKATAN DARAT.
5. Bintang bersudut lima
Diartikan bahwa tiap tindakan anggota TOPAD adalah berdasarkan ketulusan hati, kesucian jiwa dan menganggungkan Tuhan Yang Maha Esa.
Warna Hijau Tua : Lambang Kepercayaan
Biru Muda : Lambang Kehalusan
Putih : Lambang Kesucian dan Kebersihan hati
Kuning Emas : Lambang Keluhuran, Kejayaan
2.2.2. Visi dan Misi Direktorat Topografi Angkatan Darat
Visi
Mewujudkan Topografi Angkatan Darat yang mampu menyediakan / menyajikan informasi medan / geografi wilayah darat nasional secara cepat, tepat, akurat dan mutakhir dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Angkatan Darat.
Misi
1. Mengembangkan teknologi untuk pemetaan dalam rangka proses penyelesaian liputan peta serta pembaharuan / revisi peta topografi wilayah darat nasional.
2. Mengembangkan sistem untuk memenuhi kebutuhan data geografi / medan wilayah darat nasional dalam rangka meningkatkan pelayanan penyajian informasi geografi / medan .
3. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang survei dan pemetaan.
4. Mengembangkan alat peralatan dihadapkan dengan teknologi di bidang survei dan pemetaan sesuai dengan rencana geomatika.
5. Memberikan bantuan teknis topografi kepada Satuan jajaran Angkatan Darat.
2.3. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Topografi Angkatan Darat
2.3.1. Tugas Pokok
Direktorat Topografi Angkatan Darat bertugas pokok membina dan menyelenggarakan penyediaan dan penyajian informasi geografi/medan dalam bentuk Peta Topografi, Data dan Analisan Medan serta produk topografi lainnya dalam rangka pelaksanaan Tugas Angkatan Darat.
2.3.2. Fungsi
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut di atas, Direktorat Topografi Angkatan Darat menyelenggarakan fungs-fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi Utama
a. Pembinaan Kecabangan.
Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan pengolahan kebijaksanaan Organisasi, Personel, Pembinaan Satuan, Pendidikan dan Latihan, Penelitian dan Pengembangan, Doktrin, Peraturan dan Petunjuk serta Pembinaan Tradisi Korps untuk mewujudkan kemampuan satuan Topografi Angkatan Darat.
b. Pemetaan.
Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan pembuatan Peta Topografi standar kedar 1 : 50.000 dan 1 : 100.000 serta peta kedar 1 : 250.000 atau lebih kecil.
c. Geografi.
Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan pembuatan Laporan Wilayah serta Informasi Geografi Topografi Angkatan Darat.
d. Pembuatan Produk Topografi Lainnya.
Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan pembuatan Peta Tematik, Foto ddUdara, Mosaik Foto Udara, Peta Foto, Gazetter, Analisa Medan, Model Medan, Evaluasi Perkiraan Cuaca, Tabel Deklinasi Matahari, Tabel Deklinasi Magnet, Protraktor dan lain-lain.
e. Pembinaan Materiil Topografi.
Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan perencanaan, pengendalian inventori penyim-panan, pemeliharaan dan pembekalan Materiil Topografi.
2. Fungsi Organik Militer
Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang pengamanan, latihan, pengorganisasian, personel, logistik, perencanaan, pengendalian program, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaan, serta tata usaha urusan dalam, dalam rangka mendukung tugas Dittopad.
2.4. Struktur Organisasi Direktorat Topografi Angkatan Darat

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Dittopad
Sumber : http://www.tniad.mil.id/ditopad/index_dittopad.html
Adapun beberapa pejabat-pejabat Direktorat Topografi Angkatan Darat, antara lain :
|
|
|
| ||||||||||||||||||||||||||||
|
| DIREKTUR
|
| ||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
| ||||||||||||||||||||||||||||
|
| WAKIL DIREKTUR
|
| ||||||||||||||||||||||||||||
KASUBITBINGEFI LETKOL CTP DRS. SUDJIJO KASUBDIT BINCAB KOLONEL CTP DRS. UMAR KASUBITBINPETA LETKOL CTP DRS. SUYANTO | ||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
| |||||||||||||||||||||||||||
| KASUBDITBINMATTOP | KA INFOLAHTA | DANDENSURTA |
| |||||||||||||||||||||||||||
| ||||||||||||||||||||||||||||||
2.5. Pembagian Tugas Pada Direktorat Topografi Angkatan Darat
1. Pemetaan
a. Kegiatan Lapangan
1) Pengukuran Ground Control (GC)
2) Pemotretan Udara (Pemora)
3) Pemeriksaan Lapangan (Riklap)
b. Kegiatan Kantor
1) Aerotriangulasi (AT)
2) Plotting
3) Cetak Peta
2. Geografi
a. Penyusunan Laporan Geografi Militer (LGM)
b. Pembuatan Sistem Informasi Geografi (SIG)
c. Survei Geografi
d. Pembuatan Peta Ikhtisar
e. Pembuatan Peta Daerah Latihan
3. Pembinaan Kecabangan
a. Asistensi Teknis
1) Ilmu Medan
2) GPS
3) Pengetahuan Peta
b. Bantuan Personil
1) Puskodal Mabesad
2) Daerah Operasi
3) Korem Perbatasan
4) Satgas Pemora Small Format
4. Kegiatan Perbatasan
a. Penegasan batas antar daerah
b. Penegasan batas antar negara
c. Common Border Datum Reference Frame (CBDRF)
d. Investigation Refixation Maintenance (IRM)
e. Join Mapping
BAB III
HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)
PADA DIREKTORAT TOPOGRAFI ANGKATAN DARAT
Hasil pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini merupakan ringkasan mengenai tema yang diberikan oleh instansi yang menjadi tujuan kunjungan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) tersebut, dalam hal ini adalah Direktorat Topografi Angkatan Darat. Adapun tema yang menjadi pembahasan selama kunjungan pada instansi tersebut adalah “Tantangan-Tantangan Dalam Pembuatan Peta Untuk Kedaulatan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
3.1 Topografi TNI AD Teguh Menjaga Kedaulatan dan Keutuhan NKRI (Politik dan Kemanan)
Dalam dinamika pengabdian selama kurun waktu 57 tahun, prajurit dan seluruh warga Topografi telah berupaya untuk memberikan karya terbaiknya guna mendukung Tugas Pokok TNI Angkatan Darat.
Keberhasilan dan prestasi yang telah dicapai tersebut tentunya tidak terlepas dari rintisan dan pengabdian para sesepuh dan pendahulu Corps Topografi yang dengan segala ketulusan, kesungguhan dan keikhlasan telah meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam pembinaan Corps Topografi tanpa henti dari waktu ke waktu
Topografi TNI AD sebagai bagian integral dari TNI AD, harus selalu tetap konsisten terhadap peran dan tugas menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menyimak perjalanan sejarahnya, Topografi TNI AD lahir sejak Proklamasi Kemerdekaan RI. Pada saat itu dimulailah usaha-usaha untuk menguasai instalasi-instalasi pemerintah sipil secara serentak atau satu demi satu dari tangan Jepang dan secara spontan, dengan hanya bermodalkan nasionalisme dan patriotisme yang sejati. Tidak ketinggalan pula segenap pegawai dan para pemuda yang bekerja dan belajar di "Sokuryo Kyoku" pada tanggal 28 September 1945 secara serentak dan spontan berhasil mengambil alih kantor "Sokuryo Kyoku" dari tangan Jepang.
Maka secara de facto lahirlah Jawatan Topografi yang untuk sementara bernaung di bawah Kementerian Pertahanan. Tanggal 28 September 1945 pernah ditetapkan sebagai Hari Jadi Topografi sesuai dengan Skep Pangab Nomor: Kep-1471/II/1967, tanggal 27 November 1967, dan pada tahun 1946 setelah dibentuk Kementerian Pertahanan dalam Kabinet Republik Indonesia maka dengan Penetapan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 8/SD tanggal 26 April 1946, Jawatan Topografi diserahkan dari Kementerian Kehakiman ke Kementerian Pertahanan TMT 1 Mei 1946, maka tanggal 26 April 1946 selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Jadi Topografi.
BRIGJEN TNI Budi Triarso yang merupakan Direktur Topografi TNI AD yang ke-12 menyebutkan Kecabangan Topografi TNI AD memiliki tugas membina dan menyelenggarakan fungsi topografi, yang dituntut untuk mampu menyediakan dan menyajikan informasi geografi/medan dalam bentuk peta topografi, data dan analisa medan serta produk topografi lainnya dalam rangka mendukung Tugas Pokok TNI AD.
Pada hakikatnya produk dan karya topografi sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas Satuan dalam jajaran TNI AD, baik untuk operasi militer, pembinaan Satuan, maupun pendidikan dan latihan. Oleh karena itu produk dan karya topografi yang dihasilkan harus selalu berorientasi kepada kepentingan pengguna, yaitu selalu mempertimbangkan ketelitian, kemutakhiran, dan kelengkapan data serta kemudahan dalam penggunaannya.
Situasi dan kondisi yang berkembang di beberapa daerah pada akhir-akhir ini, kata Direktur Topografi TNI AD menuntut kesiapan Satuan-satuan dalam jajaran TNI AD yang setiap saat mampu untuk dikerahkan ke daerah rawan keamanan. "Kondisi ini akan menuntut pula Satuan Topografi untuk mampu meningkatkan dukungan yang diperlukan bagi Satuan-satuan yang akan melaksanakan tugas tersebut secara cepat dan tepat," katanya.
Namun perlu disadari, bahwa Topografi TNI Angkatan Darat dalam melaksanakan tugasnya masih menghadapi berbagai kendala, antara lain masih belum terliputnya wilayah pemetaan di beberapa daerah seperti sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Sedangkan daerah yang telah terpetakan harus direvisi dari waktu ke waktu untuk disesuaikan dengan perubahan data medan yang ada.
Demikian pula kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dibidang survei dan pemetaan, menuntut semakin meningkatnya kualitas sumberdaya manusia maupun peralatan pendukungnya, kata jenderal bintang satu itu.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, topografi TNI AD telah mengambil langkah-langkah antara lain: Pertama, mengembangkan teknologi pemetaan digital dengan berbasis komputer yaitu Local Area Net Work (LAN) yang mampu mempercepat proses pemetaan secara digital dengan kualitas produk yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kedua, melaksanakan pengkajian dan pengembangan sistem informasi geografi yang dapat menganalisa dan memilih medan secara cepat dan tepat sehingga dapat digunakan untuk kepentingan operasi militer, ataupun dapat diintegrasikan dengan sistem informasi geografi lainnya yang telah ada di Indonesia.
Ketiga, melaksanakan percepatan dalam pembuatan peta topografi daerah Maluku dan Papua untuk mendukung Satuan yang akan melaksanakan tugas di daerah rawan keamanan. Demikian pula untuk mendukung pendidikan dan latihan, telah dibuat peta topografi daerah latihan dengan kedar besar.
Keempat, melaksanakan pendistribusian peta topografi dengan sistem distribusi bekal (sesuai Surat Keputusan Kasad Nomor: Skep/216/VIII/2001 tanggal 20 Agustus 2001) untuk mempercepat perolehan peta bagi Satuan-satuan khususnya jajaran TNI AD.
Kelima, melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik melalui latihan maupun pendidikan di Pusdiktop serta Pendidikan di perguruan tinggi sampai tingkat Strata II.
Berkaitan dengan pelaksanaan Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintah Daerah atau yang dikenal dengan otonomi daerah, jajaran Topografi TNI AD telah berupaya membantu terwujudnya otonomi daerah khususnya dalam menyediakan data-data atau produk topografi dalam menyelesaikan permasalahan batas wilayah, serta keperluan pengelolaan potensi daerah masing-masing.
Sehubungan dengan hal itu, kerja sama yang erat antara Topografi TNI Angkatan Darat dengan komunitas survei dan pemetaan, baik di lingkungan Departemen Pertahanan dan TNI, maupun dengan komunitas survei dan pemetaan lainnya perlu ditingkatkan, sehingga dapat mewujudkan suatu sinergi yang kuat dalam menghadapi tantangan dibidang survei dan pemetaan.
Diakui untuk mewujudkan soliditas Satuan dan profesionalisme keprajuritan tidaklah mudah, tetapi juga bukanlah hal yang tidak mungkin. Satu hal yang paling mendasar yang perlu memperoleh perhatian seluruh personel Topografi adalah “Bagaimana menumbuhkan budaya belajar dan berlatih sebagai suatu kebutuhan dalam Satuan.”
Adapun beberapa produk yang dihasilkan oleh Direktorat Topografi Angkatan Darat Sendri, antara lain :
|
|
|
|
| FOTO UDARA | ANALISA MEDAN | TABEL DEKLINASI MAGNET |
|
|
|
|
| TABEL DEKLINASI MATAHARI | PETA FOTO | PETA DARAT GABUNGAN |
|
|
|
|
| PETA 3 DIMENSI | LAPORAN GEOGRAFI MILITER | MOZAIK FOTO UDARA |
|
|
|
|
| MODEL MEDAN | GAZETEER | PROTAKTOR |
|
|
|
|
| PETA TOPOGRAFI | PETA TEMATIK | PETA PULAU TERLUAR |
|
|
|
|
| PETA YURIDIKSI | PETA YURIDIKSI | PETA WILAYAH |
Gambar 3.1 Contoh Produk Dittopad
Sumber : http://www.tniad.mil.id/ditopad/index_dittopad.html
Banyak orang tidak tahu bahwa membuat peta topografi risikonya sangat besar. Bahkan bisa menyebabkan kematian. Itulah yang selama 58 tahun ini "digeluti" oleh para prajurit Topografi Angkatan Darat (Topad) untuk membuat model lembar peta (MLP) Indonesia. Selama ini orang hanya tahu bahwa membuat peta sangatlah mudah. Tinggal ambil kertas, penggaris, pensil atau alat tulis lainnya. Coret sana, coret sini. Jadi. Atau kalau mau lebih mudah lagi memfotokopi peta yang ada atau tinggal membeli di toko buku atau di tempat-tempat lainnya.
Padahal sebenarnya membuat peta topografi di lapangan seperti yang dilakukan oleh para prajurit Topad sangatlah berat. Pelaksanaannya memerlukan suatu kesabaran, ketelitian, kecermatan, penuh tanggungjawab, dan antisipatif terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi di lapangan. Karena peta yang dihasilkan Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad) harus lengkap, detil, dan menyeluruh. Karena memang MLP dengan Kedar 1:50.000 itu merupakan suatu dokumen otentik.
Demikian berat dan mulianya tugas yang diemban para prajurit serta kemungkinan risiko yang dihadapi, maka sebelum berangkat ke tempat tugas, mereka harus menjalani latihan pra-tugas seperti yang dilakukan oleh prajurit yang akan melaksanakan tugas ke medan tempur. Untuk membuat peta di wilayah Kalimantan misalnya para prajurit itu dilatih pada daerah yang geografinya bergunung-gunung, juga untuk memetakan wilayah Kepulauan Riau, mereka harus dilatih di sekitar Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Dengan latihan itu, diharapkan para prajurit akan mengenali medan dan bisa melakukan tindakan tepat dan cepat jika diperlukan.
Kini, di tengah hiruk-pikuk dan memanasnya suhu politik di Indonesia, satu detasemen prajurit Topad sudah satu bulan ini menunaikan tugas di tengah lebatnya hutan Kalimantan, dan ganasnya ombak di Kepulauan Riau. Mereka sedang melakukan berbagai proses untuk memetakan garis batas antara wilayah Indonesia dan Malaysia di Kalimantan, dan memetakan setiap pulau yang ada di Kepulauan Riau, termasuk Pulau Nipah yang berbatasan dengan Singapura. Sedangkan untuk Kepulauan Riau, peta yang akan dibuat sebanyak 31 MLP. Para prajurit itu harus mendatangi pulau-pulau yang berada di kepulauan itu satu persatu. Jika ada transportasi laut, tidaklah masalah. Kalau tidak, mereka harus mencarter kapal dan menghadapi hantaman ombak yang kadangkala cukup besar. Menurut rencana, para prajurit yang masing-masing dipimpin seorang Pamen berpangkat Letnan Kolonel akan menyelesaikan MLP itu hingga akhir tahun ini. Para prajurit akan berada di lapangan antara tiga hingga empat bulan. Dalam kurun waktu itu, mereka harus melaksanakan tugas dengan baik, dan hidup di tengah hutan belantara dan lautan. Demikian terpencilnya wilayah yang harus dipetakan, para prajurit Topografi Angkatan Darat itu untuk mencapai lokasi sasaran harus diluncurkan menggunakan tali dari helikopter. Mereka juga harus mampu survival menghadapi medan dan cuaca yang seringkali tidak bersahabat.
Dengan terselesaikannya pembuatan peta-peta itu, maka wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga makin jelas. Sehingga nantinya, tidak ada lagi berita-berita miring yang menyebutkan batas wilayah Indonesia berubah akibat dipindahkannya patok-patok, seperti yang terjadi di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.
Dengan adanya peta khusus garis batas itu diharapkan dimasa mendatang tidak terjadi lagi masalah di perbatasan. Apalagi jika nanti peta khusus yang sudah jadi itu didistribusikan ke wilayah hingga ke tingkat Koramil dan Pemda. Berkaitan dengan tugas-tugas itu,dalam menghadapi dinamika tantangan tugas kedepan telah diambil langkah-langkah kebijaksanaan antara lain terus mengembangkan teknologi pemetaan secara digital yang mampu mempercepat proses penyelesaian liputan peta dan pelaksanaan revisi peta dengan tidak meninggalkan sistem pemetaan yang sampai saat ini masih menjadi ciri khas dan kebanggaan prajurit Topografi Angkatan Darat.
Karena itu, dengan disiplin dan profesionalisme keprajuritan yang berlandaskan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, serta sesanti "Likhita Bhutala Yudha Karya, serta asas tekun, teliti, dan tahan uji; Topografi Angkatan Darat selalu siap mendukung tercapainya tugas-tugas Angkatan Darat, TNI, dan berlangsungnya pembangunan nasional.
3.2 Pembuatan dan Penggunaan Peta
Dengan semakin mudahnya proses pembuatan peta menyebabkan banyak pihak yang melibatkan diri dalam bidang survei dan pemetaan, khususnya yang bergerak dalam bidang penyediaan data spatial (muka ruang bumi) sesuai dengan keinginan pemesan/pengguna (user). Para produsen selalu akan berusaha untuk dapat memenuhi keinginan dan pesanan dari para pengguna dan cenderung mengikuti permintaan pasar. Pada umumnya pihak-pihak yang lapangan pekerjaannya berkaitan dengan perencanaan dan pemanfaatan ruang seperti halnya bidang transmigrasi, kehutanan, pertanian, perumahan, pekerjaan umum, pengembang perumahan dan lain-lain sangat membutuh-kan peta sebagai salah satu sarana pokok dalam membuat perencanaannya.
Sulitnya prosedur perolehan peta topografi merupakan salah satu faktor penyebab mereka mencari alternatif lain untuk memperoleh peta lain yang dapat memberikan informasi tentang medan sebaik atau lebih baik dari peta topografi, dalam hal ini contohnya seperti Peta Rupa Bumi produk Bakosurtanal. Dengan perkembangan teknologi belakangan ini beberapa bagian wilayah Indonesia telah diliput dengan citra satelit dan direkam/disimpan dalam media compact disk yang dapat dipesan oleh pihak pengguna sesuai kebutuhan dan daerah yang dibutuhkan.
3.2.1.Pembuatan Peta Digital
Ditinjau dari segi efisiensi pembuatannya ada kecenderungan semakin banyak pihak yang berkecimpung dalam pembuatan peta digital, karena prosesnya akan lebih singkat dibandingkan dengan pembuatan peta secara konvensional.
Dengan memanfaatkan sistem digitasi dengan digitizer (mouse) dan scanner dalam proses digitasi peta-peta yang telah ada, tidak menutup kemungkinan peta-peta yang diklasifikasikan sebagai dokumen rahasia akan diubah pula menjadi peta lain dalam bentuk data digital.
Pembuatan peta yang kemungkinannya lebih mudah dikembangkan adalah dengan pemanfaatan citra satelit. Hal ini disebabkan karena dengan orbit satelit yang setiap saat meng-itari bumi termasuk wilayah Republik Indonesia, membuat cakupan rekaman data tentang kenampakan permukaan bumi wilayah Indonesia dapat direkam semuanya dan dapat dipetakan sesuai periode waktu yang ditetapkan. Salah satu kesulitan dalam proses pemetaan dengan citra satelit adalah masih diperlukan proses interpretasi data obyek yang ada pada citra satelit, sehingga diperlukan pengecekan lapangan (field checking) dan data/peta lain untuk ketepatan informasi tentang data yang dipetakan. Namun kesulitan ini dapat diatasi sendiri oleh pihak pengguna dengan jalan melaksanakan kegiatan pengecekan lapangan sendiri sesuai kebutuhan.
Sampai saat ini yang dapat mengoptimalkan pemetaan secara digital menggunakan citra satelit dan pemanfaatannya adalah pihak/lembaga-lembaga di luar negeri. Di Indonesia sendiri baru akan dilaksanakan dan telah dilaksanakan persiapan-persiapan ke arah pemetaan digital. Dengan dikembangkannya pemetaan digital oleh pihak-pihak asing, tidak menutup kemungkinan data mengenai wilayah Indonesia justru lebih dikuasai oleh pihak luar, sehingga pihak kita justru harus membeli untuk dapat memiliki dan memanfaatkannya.
3.2.2.Penggunaan Peta Digital
Penggunaan peta digital pada dasarnya sama saja dengan peta biasa, hanya wujudnya yang agak berbeda, dimana peta biasa hanya dapat digunakan dalam bentuk lembaran atau helai sedangkan peta digital selain ada peta seperti halnya peta biasa disertai data yang telah tersimpan dalam media perekam seperti magnetik tape, disket, compact disc dan lain-lain sehingga sewaktu-waktu dapat diedit dan dicetak kembali sesuai kebutuhan. Dengan kemudahan pengolahan dan pemindahan dari media komputer ke media penyimpan data seperti disket, compact disck dan lain-lain membawa dampak negatif antara lain :
1. Dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang dan dapat diperbanyak, diberikan kepada pihak lain serta dapat diperjual-belikan secara bebas. Dengan kata lain jatuh ke tangan pihak yang tidak seharusnya boleh memperoleh dan mempergunakannya tanpa mendapatkan ijin dari pemerintah Republik Indonesia.
2. Terjadinya pembocoran data kekayaan alam, dislokasi militer dan segala sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia negara. Hal ini disebabkan dengan berbagai teknik interpretasi citra yang ada, baik dengan cetode (band) dan lain-lain maka semua yang ada baik dipermukaan wilayah maupun dibawah permukaan tanah dapat diketahui.
3. Data tentang kondisi medan/alam wilayah Republik Indonesia dapat ditransfer secara langsung dan secara cepat dengan menggunakan jaringan komputer yang saling dihubungkan (menggunakan modem), sehingga untuk kepentingan taktis maupun strategis pihak lawan/musuh dapat sewaktu-waktu dimonitor di/dari tempat lain. Tentunya hal ini akan sangat merugikan bagi bidang pertahanan keamanan/militer negara kita.
3.3 Prosedur Perolehan Peta dan Produk Topografi Lainnya
3.3.1.Tingkat Pusat
Untuk satuan jajaran TNI AD pengajuan permohonan atau permintaan peta semua kedar,foto udara dan produk topografi lainnya di ajukan kepada ASPOS KASAD dengan tembusan ASPAM,AS;OG KASADdan DIRTOPAD
Untuk satuan DEPHAN,MABES TNI,TNI AL,TNI AU dan POLRI dapat mengajukan permohonan atau permintaan peta dan produk top lainnya:
1) Peta-peta topografi dengan kedar 1:25.000 sampai dengan 1:100/000 dan foto udara kepada ASPAM KASAD dengan tembusan DIRTOPAD
2) Peta-peta dengan kedar 1:250.000 dan lebih kecil kepada DIRTOPAD.
Untuk instansi pemerintah sipil,pengukuran tinggi,lembaga pendidikan dan swaata dapat mengajukan permohonan atau permintaan peta dan produk topografi lainnya:
a. Peta topografi kedar 1:25.000 sampai dengan 1:100.000 kepada KABAIS TNI dengan te,busan kepada ASPAM KASAD dan DIRTOPAD.
b. Peta-peta kedar 1:200.000 dan lebih kecil kepada DIRTOPAD.

Gambar 3.2 Prosedur Memperoleh Peta dan Produk Topografi Lainnya
: Di alamatkan
: Di tembuskan
3.3.2.Tingkat Daerah
Untuk satuan jajaran Kodam pengajuan permohonan atau permintaan peta semua kedar di ajukan kepada PANGDOM Up ASPOS KASDAM dengan tembusan ASINTEL KADAM,ASLOG KASDAM dan KATOPDAM.
Untuk satuan TNI AL,TNI AU,dan POLRI dapat mengajukan permohonan atau permintaan peta topografi dengan kedar 1:50.000 dan 1:100.000 kepada ASINTEL KASDAM dengan tembusan KATOPDAM.
Dalam surat permohonan dan permintaan khususnya peta baik di tingkat pusat maupun daerah agar menyebutkan:
1. Kedar Peta
2. Nomor-nomor lembar/sheet peta
3. Jumlah masing-masing sheet
4. Untuk kegiatan peta

Gambar 3.3 Prosedur Memperoleh Peta dan Produk Topografi Lainnya
: Di alamatkan
: Di tembuskan
3.4 Tantangan yang Timbul Dalam Pembuatan Peta
Masalah pembuatan peta digital terutama melalui penggunaan citra satelit sangat sulit untuk dicegah, terutama dengan perkembangan teknologi satelit navigasi yang sangat cepat. Selain itu yang menguasai teknologi satelit justru negara lain seperti Amerika (Lansat, Seasat dan Geosat), Perancis (SPOT), Kanada (Radarsat) dan lain-lain, sehingga mereka dengan sendirinya dapat memanfaatkan data citra satelitnya baik untuk kepentingan dalam nege-rinya sendiri maupun untuk dapat mengetahui keadaan/kondisi negara-negara lain. Demikian pula dalam penggunaannya semua pihak pengguna dapat secara langsung memesan/membeli kepada lembaga/perusahaan yang membuat peta tersebut. Sesuai dengan hal -hal tersebut di atas, maka dalam pembuatan dan penggunaan peta-peta digital tersebut seharusnya melalui prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Walaupun dalam proses pembuatannya sulit untuk dipantau dan dimonitor, namun sebaiknya pembuatan peta-peta digital mengindahkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Dalam pembuatan peta baik dari proses digitasi peta-peta yang diklasifikasikan sebagai dokumen rahasia, harus memperoleh ijin dari pemerintah RI, dalam hal ini diberlakukan seperti porosedur untuk memperoleh peta Topografi TNI-AD. Tidak diijinkan melakukan proses digitasi terhadap peta topografi atau peta lainnya tanpa seijin pemerintah RI dalam hal ini instansi-instansi terkait antara lain : Departemen Dalam Negeri RI, Departemen Pertahanan RI, Mabes TNI, Bais TNI dan Angkatan.
2. Khusus tentang proses pembu-atan peta digital dari citra satelit yang dilakukan baik oleh pihak-pihak/lembaga dalam negeri maupun luar negeri, perlu pula diatur dalam bentuk perundang-undangan survei pemetaan tersendiri. Terutama terhadap pembuat peta digital dari pihak-pihak/lembaga di luar negeri perlu diatur dalam bentuk perjanjian/kesepakatan bersama di forum internasional. Perlu untuk didapat/diperoleh kepastian tentang sampai sejauh mana pihak lain dapat menggunakan keunggulan wilayah suatu negara/negara lain.
Semakin banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan perencanaan pem-bangunan dan pelaksanaan pembangunan terutama yang berkaitan dengan penggunaan tanah/lahan secara langsung, salah satunya membutuhkan tuntutan data yang akurat dan cepat tentang medan/permukaan bumi dalam skala/kadar tertentu sesuai dengan adanya peta yang dapat diolah/diedit dengan cepat melalui ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Data peta digital yang telah ada tidak boleh dengan mudah untuk diperjual-belikan dengan bebas tanpa melalui prosedur dan ketentuan yang diberlakukan oleh Pemerintah RI. Prosedur yang diberlakukan dapat disamakan dengan prosedur permintaan peta topografi produk Direktorat Topografi TNI-AD sesuai dengan kedarnya.
2. Dalam hal pemilikannya perlu pula diatur ketentuan/per-undangan yang menentukan lembaga atau instansi mana yang berhak untuk memiliki sekaligus menggunakannya.
3. Penggunaan data peta digital tersebut telah mendapatkan ijin dari instansi yang berwenang dan mengawasi penggunaannya.
4. Penggunaan data peta digital haruslah terkoordinir dengan baik, baik dilingkungan instansi pemerintah sendiri maupun pada lembaga-lembaga/perusa-haan swasta yang membutuhkannya.
5. Penjualan data peta digital kepada pengguna swasta juga harus atas seijin lembaga atau instansi yang berwenang dan mengawasi data tersebut. Dalam hal ini termasuk diberlakukan ketentuan seperti halnya larangan untuk melakukan duplikasi (copy) atau pembajakan data peta digital dengan pengawasan yang ketat disertai sanksi hukum yang berat.
Dalam rangka mewujudkan kondisi pembuatan maupun penggunaan data pemetaan digital seperti yang diharapkan, tidak terlepas dari kendala yang ada berupa adanya faktor-faktor baik yang mendukung maupun yang menghambat.
Faktor-faktor yang mendukung antara lain terdiri atas :
1. Perundang-undangan Survei dan Pemetaan yang Ada
Walaupun perundangan Surta (Survei dan Pemetaan) yang ada masih bersifat mengatur kegiatan dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing lembaga/instansi, permatra ataupun perbidang seperti matra darat (DittopTNI-AD),matra laut (Dishidros TNI-AL),matra udara (Dissurpotrud TNI-AU), Mabes TNI (PUSSURTA TNI), Dephan (Ditwilhan), Bakosurtanal dan instansi pemerintah lainnya, sedikit banyak telah menetapkan lembaga/instansi yang berwenang dan berkompeten mengatur/mengadakan pekerjaan survei dan pemetaan. Ketentuan yang berlaku dalam perundangan yang ada dapat diterapkan terhadap pembuatan dan prosedur untuk memperoleh, menyimpan maupun menggunakan data peta digital. Bila perundangan Surta secara nasional dapat diberlakukan diharapkan akan berdampak positif terhadap kegiatan survei pemetaan wilayah nasional RI termasuk terhadap pemetaan digital tersebut.
2. Sumberdaya Manusia
Tenaga ahli yang memahami dan menguasai tentang seluk beluk kegiatan survei dan pemetaan termasuk pemetaan digital di Indonesia merupakan potensi yang mendukung pelaksanaan pembuatan maupun penggunaan data pemetaan digital seperti yang diharapkan. Terhadap mereka perlu diberikan masukan tentang pentingnya langkah-langkah pengamanan terhadap data pemetaan digital, sebab orientasi mereka terutama terhadap aspek pemanfaatan data (terutama peta) secara optimal, sehingga mereka meng-abaikan segi pengamanannya yang antara lain disebabkan oleh :
a. Ketidak mengertian tentang perlunya tindakan pengamanan terhadap data tersebut. Hal ini terjadi karena menurut persepsi mereka yang terpenting adalah bagaimana dapat tersedianya data guna dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan perencanaan pembangunan. Keadaan demikian juga dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli yang bergerak dan bekerja di sektor swasta.
b. Belum jelasnya klasifikasi tentang data peta bagaimana yang digolongkan rahasia. Oleh sementara orang, masih rancu pengertian tentang data peta yang dianggap rahasia. Dengan pemberian masukan dan informasi yang jelas tentang kedua aspek tersebut di atas, maka sumber daya manusia yang ada akan sangat membantu terhadap kegiatan pengamanan yang akan dijalankan.
Faktor-faktor yang menghambat antara lain terdiri atas beberapa hal di bawah ini :
1. Perkembangan Teknolgi
Dalam hal ini perkembangan teknologi di bidang satelit navigasi selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif khususnya dalam upaya pengamanan data peta digital dikatakan sebagai penghambat karena dengan kemajuan teknologi yang ada memungkinkan peliputan seluruh permukaan bumi dengan sensor/receiver yang diletakkan pada wahana satelit semakin mudah, apa lagi saat ini tingkat kemampuan resolusinya semakin tinggi.
2. Pelaksanaan Pemetaan Secara Parsial
Pada kenyataannya pelaksanaan pemetaan yang diselenggarakan di Indonesia dilakukan oleh beberapa instansi pemerintah baik sipil maupun militer, maupun oleh lembaga swasta yang menjadi kontraktor dalam pelaksanaan survei dan pemetaan. Kondisi tersebut disebabkan de-ngan dasar operasi mereka adalah Undang-undang Surta yang dimilikinya. Hal ini menyebabkan kesulitan untuk memantau efisiensi pelaksanaan pemetaan wilayah nasional. Berkaitan de-ngan pengamanan penggunaan data peta digital dengan dilaksanakannya kegiatan survei dan pemetaan secara parsial lebih menyulitkan lagi dan tingkat kebocoran dan penyalahgunaan data tersebut semakin besar, karena perputaran maupun jaringan.
3. Belum Adanya Undang-undang Surta yang Bersifat Nasional
Sampai saat ini belum berhasil diterbitkan Perundang-undangan yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan survei dan pemetaan serta penggunaan produk pemetaan tersebut. Dengan kondisi tanpa perundang-undangan yang bersifat nasional, terlihat adanya ketidak sinkronan dalam penyelenggaraan kegiatan survei dan pemetaan. Dengan perkembangan sistem pemetaan secara digitasi, sedangkan Undang-undangan Surta juga belum ditetapkan, maka pelaksanaan pengamanan data peta digital tersebut juga akan menjadi semakin sulit.
4. Masalah Klasifikasi Peta
Penetapan peta topografi sebagai barang berklasifikasi rahasia me-nimbulkan pertanyaan terutama dari kalangan sipil dan swasta. Terhadap masalah ini seharusnya dikaji kembali. Mungkin dari kalangan militer sendiri juga akan mempertanyakan dimana letak kerahasiaan data peta tersebut. Untuk itu perlu diberikan penjelasan kembali tentang mengapa peta topografi tersebut dianggap sebagai barang berklasifikasi rahasia, sehingga tidak menimbulkan keraguan dalam melakukan tindakan pengamanan. Bertitik tolak dari keinginan untuk menciptakan kondisi dimana prosedur pembuat-an maupun penggunaan data pemetaan digital sesuai dengan yang kita harapkan, maka perlu diambil langkah-langkah yang dapat mengatasi dan memanfaatkan kendala yang ada.
3.5 Upaya Pengamanan Data Peta Digital
Perkembangan teknologi komputer yang semakin cepat, canggih dan berkemampuan tinggi meliputi: kapasitas memori yang semakin besar, proses data yang semakin cepat dan fungsi yang sangat majemuk (multi fungsi) serta semakin mudahnya komputer dioperasikan melalui beberapa paket program, berdampak pula pada proses pembuatan peta. Pembuatan peta secara konvensional secara terestris dapat di permudah dengan bantuan komputer mulai dari pembacaan data di lapangan yang dapat langsung di download ke komputer untuk pelaksanaan perhitungan poligon, perataan penghitungan (koreksi) dan lain-lain, bahkan sampai pada proses pembuatan pemisahan warna secara digital sebagai bagian dari proses pencetakan peta.
Perkembangan lainnya adalah dapatnya peta-peta yang telah ada melalui proses digitasi baik secara manual menggunakan digitizer/mouse maupun dengan menggunakan scanner menyebabkan data dalam peta dapat ditransfer dari peta analog ke peta digital dan data dapat di perbaharui (ditambah maupun dikurangi dan lain-lain) sesuai kebutuhan pengguna.
Dengan berkembangnya teknologi satelit utamanya satelit navigasi yang dapat dipadukan dengan teknologi komputer, dampaknya terhadap bidang pemetaan juga semakin besar, yakni pembuatan peta melalui pemanfaatan citra satelit yang diedit/diolah de-ngan komputer. Mudahnya proses pembuatan peta tersebut juga dibarengi dengan kemudahan dalam hal memperbanyak, mentransfer, membuat duplikat (copy) kedalam disket atau media penyimpan/perekam lainnya sehingga mempermudah untuk disebar luaskan ataupun diperjual-belikan. Tidak menutup kemungkinan hal itu dapat pula dilakukan terhadap peta-peta topografi buatan Dittop TNI-AD, peta-peta buatan Dishidros TNI-AL, peta-peta buat-an Dissurpotrud TNI-AU atau peta-peta lainnya yang berklasifikasi rahasia. Dipandang dari segi pertahanan, keamanan dan kepentingan militer, maka hal tersebut merupakan kerawanan, dimana sampai saat ini kita masih menekankan produk peta tersebut di atas merupakan barang yang berklasifikasi rahasia dan terbatas (tergantung kedarnya), dimana untuk memperolehnya harus melalui prosedur yang telah ditetapkan.Tantangan yang kita hadapi sekarang adalah bagaimana cara mengamankan data pemetaan digital khususnya yang menyangkut daerah rawan, obyek vital di wilayah Republik Indonesia.
Beberapa upaya pengamanan yang dapat dilakukan, antara lain :
3.5.1 Pembuatan Undang-undang Surta Peta Digital
Selain upaya mewujudkan diterbitkannya peraturan perundang-undangan Surta yang bersifat Nasional, perlu pula diupayakan untuk memasukkan peraturan yang menyangkut tentang peta digital atau dibuatkan peraturan perundangan sendiri yang lebih rinci tentang hal-hal yang berkaitan dengan peta digital. Dalam perundangan ini sedapatnya juga diatur masalah/unsur yang berkaitan de-ngan pemetaan digital seperti halnya ketentuan lembaga untuk dapat menggunakan/memesan ataupun membeli data citra satelit, demikian pula tentang ketentuan penjualan data yang dapat dilakukan oleh pihak asing kepada lembaga/instansi kita. Dengan adanya peraturan perundangan tentang pemetaan digital, maka akan diperoleh kejelasan tentang :
1. Lembaga/instansi yang bertanggung jawab dalam mengkoordinir dan melaksanakan kegiatan pembuatannya (Surta).
2. Lembaga/instansi yang bertindak/berwenang untuk menga-wasi dan mengendalikan proses pembuatan maupun prosedur penggunaan dan penyebarlu-asan data peta digital.
3. Adanya wadah koordinasi yang bersifat mengawasi dan membina pelaksanaan Surta digital dan penggunaan produknya. Wadah ini bentuknya seperti Bakorstanas/Bakorstanasda yang akan mengatasi segala permasalahan yang timbul di bidang survei dan pemetaan.
4. Prosedur untuk memperoleh dan mempergunakan data peta digital lengkap dengan sistem perijinannya.
5. Adanya sanksi yang berat terhadap penyalahgunaan wewenang, proses pembuatan, prosedur penggunaan dan dalam hal penyebarluasan data peta digital.
3.5.2 Pembenahan Badan Surta
Pembenahan badan penyelenggaraan kegiatan Surta yang dimaksud sebenarnya identik dengan badan penyelenggara pemetaan yang telah ada saat ini. Hal ini dapat dilaksanakan dan diwujudkan dengan adanya peraturan se-tingkat undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraaan pemetaan secara luas di tingkat Nasional. Dengan pembenahan badan penyelenggaraan dan pelaksana Surta, diharapkan diperoleh :
1. Efisiensi pelaksanaan Surta pada umumnya dan pemetaan digital khususnya.
2. Kemudahan dalam pengawasan baik terhadap proses pemetaan digital, penggunaan data peta digital dan penyebar luasannya.
3. Kemudahan untuk memperoleh/menggunakan data peta digital dengan prosedur yang ketat namun tidak mempersulit.
4. Terlokalisirnya produk peta digital yang telah diproduk dalam suatu lembaga yang bersifat sebagai bank peta digital.
3.5.3 Pembuatan Prosedur Perijinan
Untuk lebih memudahkan pelaksanaan pemetaan digital dan penggunaan produknya, perlu dibuat perijinan yang mengatur dengan ketat tetapi jelas dan mudah untuk dilaksanakan. Hal ini untuk menghindarkan kesan bahwa prosedur tersebut hanya untuk mempersulit. Untuk itu perlu diberikan pengertian bahwa prosedur tersebut semata-mata demi pengamanan. Melalui prosedur yang jelas, pihak pengguna justru akan lebih mudah untuk menggunakan produk peta digital. Demikian pula diperoleh kejelasan tentang bagaimana ketentuan untuk dapat melaksanakan kegiatan pembuatan peta secara digital untuk kepentingan suatu lembaga/instansi.
3.5.4 Peningkatan Sumberdaya Manusia
Salah satu faktor dominan yang menentukan keberhasilan upaya pengamanan yang dilakukan adalah dengan jalan membina sumber daya yang akan melaksanakannya. Langkah-langkah yang perlu diambil antara lain :
1. Menanamkan pengertian tentang perlunya tindakan peng-amanan terhadap data permukaan bumi kita yang memiliki kandungan nilai strategis terhadap pertahanan dan keamanan negara kepada tenaga-tenaga ahli yang berkecimpung dalam bidang pemetaan digital.
2. Memberikan pendidikan yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan untuk dapat mahir dalam segala bidang yang berkaitan dengan pemetaan digital agar mempunyai kemampuan antisipasi terhadap upaya pihak-pihak luar untuk memperoleh data tentang keadaan bumi Indonesia terutama yang memiliki aspek pertahanan dan keamanan dan bernilai strategis.
3. Mengadakan forum kajian antar lembaga/instansi yang terkait dalam upaya pengembangan sistem pemanfaatan data peta digital agar lebih efisien dan dapat mendukung kegiatan tiap lembaga/instansi sesuai kebutuhan dan tuntutan tugasnya masing-masing.
3.5.5 Klasifikasi Tentang Penggunaan Peta
Masih kurang jelasnya tentang klasifikasi mengapa peta topo-grafi tergolong rahasia membutuhkan suatu upaya untuk meluruskan/menyamakan persepsi kita tentang klasifikasi tersebut. Disamping itu perlu juga dipertimbangkan untuk mengadakan pengkriteriaan tertentu terhadap peta-peta yang benar-benar tergolong berklasifikasi rahasia.Selain itu perlu juga dilakukan pengklasifikasian penggunaan peta antara lain sebagai berikut :
1. Penetapan bahwa peta digital yang diklasifikasikan rahasia berupa hasil modifikasi peta topografi atau hasil pemetaan dari citra satelit dengan penonjolan data militer misalnya untuk kedar 1:25.000 sampai 1:100.000, penggunaannya terbatas untuk lingkungan TNI dan Dephan.
2. Peta-peta lain berbagai kedar tanpa penonjolan data militer dapat dipergunakan juga oleh instansi sipil dan swasta sesuai prosedur yang berlaku, dengan tingkat klasifikasi sesuai dengan kedarnya.
3. Terhadap peta-peta tematik digital yang tidak bertemakan data militer dapat dipergunakan langsung oleh pihak umum. Pada umumnya ba-nyak juga peta tematik yang dibuat secara digitasi.
4. Diadakan pembedaan yang jelas antara peta yang hanya untuk digunakan oleh pihak militer dan peta mana yang boleh digunakan oleh pihak lain (sipil dan swasta). Hal ini agar tidak menimbulkan kerancuan tentang peta mana yang tergolong rahasia dan mana yang bukan.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dengan dilaksanakannya kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) tersebut, banyak manfaat yang diperoleh oleh mahasiswa yakni salah satunya adalah memberikan tambahan pengetahuan mengenai aplikasi dari teori yang diperoleh mahasiswa selama duduk dibangku perkuliahan. Kegiatan ini juga memberikan keuntungan dimana dengan diadakannya kegiatan tersebut juga dapat menjembatani mahasiswa agar lebih mudah memasuki dunia kerja.
Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini, juga dinilai mampu berperan sebagai bahan evaluasi dari Universitas Diponegoro mengenai sejauh mana mahasiswa dapat menyerap materi-materi kuliah yang di ajarkan sehingga dapat mengaplikasikannya di bidang yang terkait dalam hal ini pertanahan pada khususnya.
Dari hasil analisa atau pembahasan pada bab III, dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Membuat peta topografi di lapangan seperti yang dilakukan oleh para prajurit Topad sangatlah susah dan berat. Pelaksanaannya memerlukan suatu kesabaran, ketelitian, kecermatan, penuh tanggungjawab, dan antisipatif terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi di lapangan. Karena peta yang dihasilkan Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad) harus lengkap, detil, dan menyeluruh. Karena memang MLP dengan Kedar 1:50.000 itu merupakan suatu dokumen otentik. Demikian berat dan mulianya tugas yang diemban para prajurit serta kemungkinan risiko yang dihadapi, maka sebelum berangkat ke tempat tugas, mereka harus menjalani latihan pra-tugas seperti yang dilakukan oleh prajurit yang akan melaksanakan tugas ke medan tempur.
2. Dengan selesainya pembuatan peta diharapkan tidak adanya lagi masalah perbatasan dengan Negara tetangga. Sehingga nantinya, tidak ada lagi berita-berita miring yang menyebutkan batas wilayah Indonesia berubah akibat dipindahkannya patok-patok, seperti yang terjadi di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.
3. Pengamanan terhadap data pemetaan digital dapat dilaksanakan baik pada tingkat prosedur pembuatannya maupun pada proses penggunaannya serta dalam hal penyebarluasannya.
4. Masih diperlukan berbagai pembenahan dalam rangka pengamanan data pemetaan digital yang disebabkan belum adanya Perundangan Surta yang bersifat nasional, belum tertatanya lembaga yang bertanggung jawab.
5. Dengan tersedianya tenaga/sumber daya manusia yang berkualitas dalam penanganan pemetaan digital merupakan modal utama dalam proses pengamanannya.
4.2. Saran
Dalam hasil kunjungan di Direktorat Topografi Angkatan Darat, dapat menciptakan sedikit pemikiran dan masukan, serta saran kepada Instansi tersebut mengenai upaya-upaya yang seharusnya dilaksanakan demi mengamankan peta digital demi keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, antara lain :
1. Perlu dipercepat keluarnya Undang-undang tentang Surta khususnya yang berkaitan de-ngan pemetaan digital, karena Undang-undang ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya-upaya yang dilakukan dalam pengamanan data pemetaan digital.
2. Lembaga-lembaga pembuat peta perlu membuat penjelasan tentang kriteria rahasia yang ditetapkan terhadap peta produknya.
3. Diperlukan partisipasi aktif dari lembaga-lembaga pembuat peta untuk dapat mempercepat pembuatan peta di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga dapat mempertahan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI dan di masa yang akan dating tidak ada lagi permasalahan mengenai perbatasan dengan Negara-negara tetangga sehingga dapat menciptakan keamanan dan perdamaian dunia.





























thanxs matur suwun gan laporan KKL trnyata ente posting..
BalasHapussmoga bisa bermanfaat bagi smua orang n trutama bagi teman2 di PERTANAHAN FISIP UNDIP..
pokokny sukses slalu!!!!